Kuantitas Madu Sebagai Indikator Pencemaran Lingkungan (Nabela Fikriyya)

Kuantitas Madu Sebagai Indikator Pencemaran Lingkungan

PORTOFOLIO II
Untuk Mememenuhi Tugas Mata Kuliah
 Literaasi Informasi Akademik


Diajukan oleh
Nabela Fikriyya
13680045



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara tropis dengan curah hujan yang relatif tinggi sehingga keanekaragaman dan tersediaannya tanaman khusunya tanaman berbunga tersedia dalam jumlah cukup banyak. Suhu wilayah Indonesia rata-rata bekisar antara 33-35 C. Dengan Suhu tersebut mayoritas hewan dan atau tumbuhan yang ada di dunia dapat hidup serta beradaptasi dengan baik (Kindersley, 2012). Akan tetapi, hal tersebut tidak sesuai dengan realita yang ada pada saat ini. Kelangkaan dan menurunnya sumber daya alam terjadi di sebagian besar wilayah negeri ini. Salah satu faktor dari hal tersebut adalah pencemaran lingkungan sekitar sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem (Anonim, n.d).
Pencemaran lingkungan merupakan masalah yang menjadi dasar dari munculnya masalah-masalah lain. Oleh sebab itu, identifikasi dan penanganan dari pecemaran lingkungan harus tepat dan cepat. Dewasa ini, banyak cara yang dilakukan untuk mengetahui suatu pencemaran lingkungan. Salah satunya adalah dengan melihat kuantitas madu yang dihasilkan oleh lebah (Anonim, n.d). Secara singkat, tulisan ini akan memaparkan alasan mengapa madu dapat dijadikan indikator pencemaran lingkungan. Dalam hal ini penulis mempersempit cakupan hanya pada peternak lebah buatan, yakni yang dibudidayakan dalam stup-stup (kotak) yang telah di sediakan oleh peternak lebah yang telah melalui proses pembibitan (Rismunandar, 1990). 
PEMBAHASAN
Madu merupakam satu-satunya pemanis yang dihasilkan oleh lebah sebelum manusia mengenal gula (Rismunandar, 1990). Madu merupakan zat manis alami yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman atau bagian lain dari tanaman. Madu berupa cairan kental seperti sirup yang berwarna kuning terang atau kuning keemasan sampai cokelat merah. Madu merupakan produk unik dari hewan, yang mengandung persentase karbohidrat tinggi, tetapi tidak mangandung protein maupun lemak didalamnya (SNI, 2004 dalam Sarwono, 2001).
Lebah yang termasuk dalam penghasil madu adalah famili “apidae” dan paling banyak dibudidaya di Indonesia maupun di seluruh dunia adalah jenis lebah Apis Mallifera, dimana jenis ini tingkat produktifitasnya tinggi. Jenis ini berasal dari Eropa dan dikembangkan di Australia (Hadisoesilo, 2001). Budidaya A. mellifera menduduki posisi penting dalam kegiatan perlebahan dan produksi madu di Indonesia. Apis mellifera merupakan lebah madu yang memiliki produktifitas tinggi dan mudah beradaptasi dengan iklim di Indonesia (Adalina, 2008). Kuntadi (2008), mengutip data dari Direktorat Jenderal RLPS, mengatakan bahwa A. mellifera menyumbang sekitar 25% dari total produksi madu Indonesia yang rata-rata sebesar 4.000 ton per tahun.
Sumber pakan lebah madu meliputi tanaman buah, tanaman sayur, hias, pangan, dan perkebunan. Bunga tanaman-tanaman tersebut mengandung nektar dan tepung sari bunga (pollen). Nektar adalah zat manis yang berasal dari tanaman serta mengandung 15-50% larutan gula. Nektar merupakan sumber energi bagi lebah dalam mempertahankan suhu tubuh koloni lebah dan merupakan bahan baku pembuatan madu (Anonim, n.d). Selain madu, lebah juga menghasilkan produk lain yang bermanfaat bagi manusia khususnya dunia kesehatan antara lain royal jelli, polen, malam (lilin) dan sebagainya (Rismunandar, 1990).
Lebah madu merupakan serangga sosial yang hidup berkoloni dalam suatu sarang. Satu koloni atau satu  sarang lebah berisi tidak kurang dari 30.000 ekor lebah (Kindersley, 2010). Secara umum lebah dapat hidup di seluruh belahan bumi kecuali di daerah kutub. Hal ini disebabkan di daerah kutub tidak tersedia tanaman yang menjadi sumber pakan lebah. Lebah termasuk golongan serangga berdarah dingin. Oleh karena itu, aktivitasnya sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu sekitar. Berikut adalah beberapa tingkatan keadaan suhu lingkungan dan efeknya terhadap aktivitas lebah yakni, pada Suhu  kurang dari 5 oC  lebah tidak dapat berjalan dan kelangsungan hidupnya mulai terancam karena sayapnya tidak dapat digerakan sehingga lebah tidak dapat memenuhi kebuhannya untuk makan. Sayap lebah mulai melemah dan tidak dapat digerakan dimulai ketika suhu kurang dari 10 oC. Pada suhu ini lebah masih dapat menjalankan aktivitasnya hanya saja kemampuan terbangnya terganggu. Aktivitas lebah mulai meningkat ketika suhu lingkungan lebih dari 10 oC. Pada kisaran suhu ini mereka mulai dapat terbang untuk mencari nektar bunga dan tepung sari bunga. Akan tetapi, Suhu yang efektif untuk kelangsungan serta perkembangan lebah adalah antra suhu 33-35 oC. Pada kisaran suhu ini ratu mulai aktif bertelur dan aktivitas para lebah pekerja berfungsi secara maksimal (Rismunandar, 1990).
Dengan kondisi lingkungan yang relatif mendukung banyak masyarakat Indonesia memanfaatkannya untuk berternak lebah, baik beternak secara alami maupun buatan. Di Indonesia suhu antara siang dan malam tidak banyak mengalami perubahan, berbeda dengan negara-negara subtropis yang suhunya relatif tidak konstan. Hal ini merupakan suatu keuntungan tersendiri bagi  para peternak lebah Indonesia sehingga lebah dapat maksimal dalam menghasilkan produknya.
Wilayah yang menjadi prioritas pengembangan usaha budidaya lebah Eropa adalah Pulau Jawa (Departemen Kehutanan, 2000 dalam Kuntadi, 2003). Sampai saat ini, basis produksi dan penggembalaan lebah A. mellifera terutama disekitar wilayah pantai utara Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan tanaman pakan lebah yang cukup baik di wilayah tersebut dan adanya infrastruktur jalan yang menjangkau hingga ke pelosok sesuai dengan keberadaan tanaman sumber pakan itu sendiri (Kuntadi, 2003).
Jenis tanaman sumber pakan yang paling diandalkan sebagai penghasil madu adalah kapok randu (Ceiba pentandra). Tanaman ini banyak terdapat di Kabupaten Pati, Batang, Jepara, dan Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah serta Kabupaten Pasuruan dan Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Tanaman lainnya yang termasuk dalam kelompok utama penghasil madu adalah karet (Hevea braziliensis) dan rambutan (Nephelium lapaceum). Dua jenis tanaman ini banyak terdapat di Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Selain jenis-jenis tersebut masih ada beberapa jenis tanaman penghasil madu lainnya. Namun, tidak termasuk dalam kelompok utama karena jumlah tegakannya yang relatif sedikit dan sebarannya terbatas, misalnya kopi (Coffeasp.), kaliandra (Caliandra callothyrsus), dan sonobrit (Dalbergia sp.) ( Kuntadi, 2012).
Peternakan lebah di Indonesia khususnya daerah tersebut masih dihadapkan pada kendala utama, yaitu rendahnya produksi madu, hanya sekitar 1-3 kg/koloni/tahun. Kondisi ini jauh lebih rendah dari produksi optimal sekitar 5-10 kg/koloni/tahun. Disamping produktivitasnya, kualitas madu juga rendah, ditunjukan dengan banyaknya kotoran dan tingginya kadar air (>24%).  Mengutip dari Saepudin dkk., 2010 penyebab utama rendahnya produksi dan kualitas madu adalah kurang memadainya ketersediaan pakan (Anonim, n.d). Hal ini merupakan suatu kejanggalan dimana tidak sesuai dengan kondisi lingkungan Indonesia yang seharusnya memiliki kemelimpahan dan keanekaragaman hayati.
Menurut Rochim (2013) mengutip dari Hebert (1992) menyatakan bahwa salah satu syarat berlangsungannya hidup lebah adalah tersediannya tanaman. Satu-satunya sumber pakan lebah madu adalah nektar bunga yang diambil dari tanaman-tanaman tersebut. Nektar merupakan sumber karbohidrat bagi lebah madu untuk membuat madu dan produk lainnya. Karbohidrat yang paling banyak terdapat dalam nektar adalah sukrosa, glukosa dan fruktosa. Selain itu, pada umumnya para petani madu juga menambahkan pakan stimulan berupa gula pasir yang di tambah dengan air. Rohim (2013) mengutip dari Somerville (2000) serta megutip dari Widiarti dan Kuntadi (2012) menyatakan bahwa pakan gula dalam bentuk sirup merupakan metode yang paling popular dan merupakan metode yang efektif untuk merangsang perkembangan anakan lebah madu. Akan tetapi, menurut Irawan (2007) dalam Rohim (2013) bahwasanya pakan stimulan tersebut tidak berpengaruh besar terhadap produktivitas madu, hanya mempertahankan kelangsungan hidup koloni sebelum musim berbunga datang.
Widiarti dan Kuntadi (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa faktor utama yang memengaruhi rendahnya produktivitas lebah madu di masyarakat adalah penurunan sumber pakan. Menurut Soedjono (1991), penurununan sumber pakan tersebut juga memengaruhi jumlah koloni dalam suatu sarang. Menurut Rismuanndar (1990), kapasitas telur yang dihasilkan oleh ratu selain di pengaruhi oleh faktor usia juga di pengaruhi oleh makanan yang diproduksi lebah pekerja. Makanan seekor ratu merupakan makanan khusus  yang berasal dari nektar dan pollen bunga yang disebut sebagai sari madu (royal jelly) yang diberikan sebayak 2-3 kali sehari sejak masih terbentuk larva. royal jelly berasa agak masam sedikit, banyak mengandung protein dan vitamin-vitamin tertentu yang tidak terdapat dalam makanan larva biasa.
Royal jelly mengandung protein yang tinggi, berbagai jenis vitamin A, B kompleks, B 12 E, C dan vitamin H (biotin) yang penting bagi tubuh manusia dan hewan. Royal jelly ini mengandung sejenis asam panthothemic dan berwarna putih. Hanya dengan royal jelly inilah ratu dapat mempertahankan kapasitas bertelurnya dengan baik. Bila makanan larva ratu tercampur dengan makanan larva biasa, maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ratu, sehingga terbentuk ratu yang tidak cukup besar dengan kapasitas bertelur yang rendah (Rismuanndar, 1990).
Semakin banyak tersedianya dan keragaman nektar dan pollen semakin baik pula kwantitas dan kwalitas royyal jelly yang dihasilkan. Hal tersebut juga dapat memicu kapasitas bertelur sang ratu sehingga dapat berfungsi dengan baik dan optimal serta berpengaruh terhadap populasi lebah madu yang semakin meningkat. Tingkat kemelimpahan populasi lebah madu dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di lingkungan sekitar yang juga memengaruhi produktivitasnnya dalam memproduksi madu. Penurunan sumber pakan tersebut dapat disebabkan karena kondisi lingkungan yang terganggu, misalnya kerusakan hutan yang meliputi kebakaran hutan, penebangan pohon secara liar, alih fungsi hutan dll. yang keseluruhan diluar kendali para peternak lebah (Kuntadi, 2013). Hal tersebut menyebabkan ketidakseimbangan lingkungan dan sumber hayati yang ada.
Nanda (2013) mengutip dari Murtidjo (2011) menyatakan bahwa usaha pemeliharaan lebah madu memerlukan lokasi yang kaya akan tanaman pakan lebah. Idealnya untuk tanaman seluas 1 ha hanya untuk satu koloni lebah dan dikelola secara tepat guna. Jika terdapat suatu lahan seluas 1 ha dan terdapat satu koloni madu dengan produktivitas yang rendah, maka dapat diperkirakan bahwa lingkungan tersebut telah terganggu keseimbangannya yang disebabkan karena pencemaran lingkungan yang menyebabkan penurunan sumber pakan. Selain itu, menurut Rismunandar (1990) dengan kemampuan lebah pekerja dalam mencari sumber pakan dapat terbang dengan radius 2-6 km. Hal itu dapat dijadikan acuan bahwa areal dengan radius tersebut yang di dalamnya terdapat suatu koloni lebah dengan produktivitas rendah, maka areal tersebut juga dapat diperkiraan tercemar. Lingkungan dengan area tercemar baik dengan minimnya ketersediaan tanaman berbunga atau berpolutan (berasap atau kotor) dapat dipastikan jarang ditemukan peternak lebah karena lebah madu termasuk serangga yang menyukai kebersihan dan tidak dapat hidup di areal yang berasap atau kotor.


KESIMPULAN
Madu merupakan suatu prodak alami yang dihasilkan oleh lebah dan telah diketahui oleh masyarakat luas. Bahan baku pembuatan madu adalah nektar yang dihasilkan oleh tanaman berbunga yang terdapat di alam ini. Banyak tidaknya jumlah madu yang ada di sekitar kita tergantung dari tersediaanya jumlah tanaman yang ada di alam ini. Jika produktifitasnya rendah, makan sumber bahan bakunya juga rendah. Salah satu sebab menurunnnya sumber bahan baku madu, yakni pencemaran lingkungan. Selain itu, lebah juga hanya dapat tinggal di tempat yang bersih, jauh dari polusi serta asap. Lingkungan yang tercemar mengakibatkan ratu tidak dapat maksimal dalam memproduksi anakan dan  memengaruhi jumlah koloni  lebah sehingga menurunkan daya aktifitas lebah dalam memproduksi lebah.  



DAFTAR PUSTAKA
Adalina, Y. 2008, Analisis finansial usaha lebah madu Apis mellifera L, Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol. V No 3 : 217-237
Hadisoesilo, soesilawati. 2001, REVIEW: Keanekaragaman Spesies Lebah Madu Asli Indonesia (The Diversity of Indigenous Honey Bee Species of Indonesia), BIODIVERSITAS. Vol 2 No 1 : 123- 128
Kuntadi. 2008, Perbandingan Tiga Cara Uji Untuk Mengukur Agresivitas Koloni Lebah Madu Apis cerana (A Comparison of Three Testing Assays to Evaluate the Colony Aggressiveness of Apis cerana Honeybees), Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Vol. V No. 4: 355-363
Kuntadi. 2013 Pengelolaan Lebah Hutan, Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi
Kurnia, nanda. 2013, Analisis Finansial Usaha Budidaya Lebah Madu Apis cerana Fabr.  Di Dusun Sidomukti Desa Buana Sakti Kecamatan Batanghari Kabupaten Lampung Timur  (financial analysis of honey bee (apis cerana fabr.) Enterprises at sub village sidomukti village buana sakti sub district batanghari east lampung), Jurnal sylva lestari. Vol. 1 No 1 : 29-36
Rismunanadar. 1990. Berwiraswasta Dengan Berternak Lebah. Bandung : Sinar Baru
Rochim, abdul. 2013. Pengaruh Penambahan Pakan Stimulan Dan Penyekat Sisiran Terhadap Tingkat Kesukaan Lebah Madu Apis mellifera Menjelang Musim Bunga.
Sarwono, B., 2001. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Lebah Madu. Jakarta : Agro Media Pustaka,
Soedjono. Bsc, dan Ir Nuryani. 1991. Beternak lebah. Semarang : Effhar Offset
Tim Dorling Kindersley, 2010, Illustrated Encyclopedia Of Animals Jilid 7. Penerjemah : Aswita Ratih F, dkk. Jakarta : PT Lentera Abadi
Tim Dorling Kindersley (David Burnie, Jonathan Elphick, Theresa Greenway, Barbara Taylor, Marek Walisicwics, Richard Walker), 2012, Ensiklopedi alam. Penerjemah : Boy Rahardjo, Lorensia Indah Murwani Yulianti, Perwira Leo Sabath. Yogyakarta: KANISIUS
Widiarti Asmanah dan Kuntadi, 2012, Budidaya Lebah Madu Apis mellifera L. Oleh Masyarakat Pedesaan Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Beekeeping of Apis mellifera L. Honeybees by Rural People in Pati Regency, Central Jawa), jurnal penilitian hutan dan konservasi alam. Vol 9 No. 4 : 351-361
Anonim, n.d,  repository.usu.ac.id diakses pada tanggal 02 September 2012 pukul 11.05
Anonim, n.d, repository.usu.ac.id diakses pada tanggal 26 September 2014 pukul 11.02
Anonim, n.d, repository.usu.ac.id diakses pada tanggal 26 September 2014 pukul 11.15
Anonim, n.d, repository.usu.ac.id diakses pada tanggal 07 November 2014 pukul 12.00
Anonim, n.d, upi.edu Pengelolahan Sumber Daya Alam diakses pada tanggal 26 desember 2014 pukul 15.57






Comments

Popular Posts